Gemuruh Stadion Gelora Bung Karno (GBK) bergetar, bukan hanya oleh sorak sorai kemenangan, tetapi juga oleh nyanyian syahdu “Tanah Airku” pasca laga. Lagu ciptaan Ibu Sud ini, kini menjadi anthem tak resmi, menyatukan puluhan ribu pasang mata dan hati pencinta sepak bola Indonesia.
Tak peduli hasil akhir pertandingan, kalah, seri, atau menang, nyanyian ini selalu menggema, menjadi penutup setiap laga Tim Nasional. Di tengah lapangan, para pemain, termasuk para diaspora yang datang dari berbagai penjuru dunia, larut dalam alunan melodi dan lirik yang begitu dalam.
Mereka berkeliling, merangkul kebersamaan, bernyanyi bersama puluhan ribu suara yang menggema. Di momen itu, “Tanah Airku” bukan sekadar lagu, tetapi jembatan cinta, penghubung rasa memiliki, memberi energi, bersatu menerbangkan Garuda menuju mimpi bersama ke Piala Dunia.
Tanah Airku yang merupakan karya dari Saridjah Niung atau biasa dipanggil dengan sebutan Ibu Sud. Lebih dari 200 lagu telah Ibu Sud ciptakan, beliau juga seorang penulis dan tokoh batik nasional.
Tanah Airku merupakan lagu ceria patriotik yang lirik lagunya berisi tentang seseorang yang jauh di negeri orang merindukan tanah airnya.
Mengenal Ibu Sud
Ibu Sud yang bernama asli Saridjah Niung lahir di Sukabumi, Jawa Barat pada tanggal 26 Maret 1908. Saridjah lahir sebagai putri bungsu dari dua belas bersaudara. Ayah kandung Saridjah bernama Mohamad Niung, berprofesi sebagai pelaut asal Bugis yang menetap lama di Sukabumi dan kemudian menjadi pengawal dari J.F. Kramer.
Bernama lengkap Prof. Dr. Mr. J.F. Kramer adalah seorang pensiunan Vice President Hoogerechtshof (Wakil-Ketua Mahkamah Agung) di Jakarta pada masa itu yang kemudian menetap di Sukabumi lalu mengangkat Saridjah sebagai anak angkat. J.F. Kramer seorang Indo-Belanda dengan ibu kandung keturunan Jawa ningrat. Latar belakang inilah yang membuat Saridjah dididik untuk menjadi patriotis dan mencintai bangsa. Saridjah pertama kali mempelajari biola dari J.F.Kramer.
Selain belajar menggesek biola hingga mahir, Saridjah juga mempelajari seni suara dari J.F. Kramer. Lalu Saridjah melanjutkan sekolah di Hoogere Kweek School (HKS) Bandung untuk memperdalam ilmu di bidang pendidikan seni musik khususnya seni suara dan biola. Setelah tamat, Saridjah menjadi guru musik di Hollandsch-Inlandsche School (HIS) yang masih menggunakan Bahasa Belanda dari tahun 1925 sampai 1941.
Dari sinilah titik tolak dasar Saridjah untuk memulai mengarang lagu pada tahun 1927, Saridjah menikah dengan seorang pengusaha yang bernama R. Bintang Sudibjo. Sejak menikah dengan R. Bintang Sudibjo, namanya dikenal menjadi Saridjah Niung Bintang Sudibjo dan kemudian dikenal dengan panggilan Ibu Sud, singkatan dari Sudibjo. Mereka dikaruniai tiga orang putri. Tahun 1954, R. Bintang Sudibjo meninggal dunia dalam suatu musibah kecelakaan pesawat BOAC di Singapura.
Karir Ibu Sud di bidang musik sudah dimulai jauh sebelum kemerdekaan Indonesia. Saat menjadi guru, Ibu Sud prihatin melihat anak-anak Indonesia yang tampak kurang gembira karena anak-anak Indonesia diajarkan menyanyikan lagu berbahasa Belanda. Hal ini membuat Ibu Sud berpikir untuk menyenangkan mereka dengan mengajarkan mereka menyanyi dalam Bahasa Indonesia.