Sisi Konstruktif Kiprah “Abroad” Pemain Indonesia

Dalam beberapa tahun terakhir, jumlah pemain Indonesia yang berkiprah di luar negeri cenderung meningkat. Destinasinya pun cukup beragam. Ada yang main di klub Eropa, ada yang main di Asia, dan ada juga yang main di Amerika. 

Peningkatan ini juga semakin terlihat, dengan adanya pemain diaspora, yang belakangan terus bertambah di Timnas Indonesia. Seperti diketahui, PSSI belakangan cukup aktif mencari, dan menaturalisasi sejumlah pemain diaspora Indonesia di luar negeri. 

Keberagaman ini membuat Timnas Indonesia punya dimensi unik, karena para pemain yang ada ditempa dalam kompetisi, yang secara karakteristik juga berbeda-beda. Ada yang cenderung taktis, ada yang banyak mengandalkan teknik, dan ada juga yang intens secara fisik.

Di sisi lain, kiprah “abroad” pemain Indonesia juga membawa efek samping menarik, berupa adanya sorotan media nasional, pada kompetisi yang sebelumnya dianggap kurang populer, bahkan kadang disebut sebagai “liga antah berantah”. Berkat kiprah “abroad” pemain Indonesia, sebutan ini pelan-pelan luntur.

Lunturnya cap “liga antah berantah” ini juga diikuti, dengan meningkatnya wawasan publik sepak bola nasional. Ada yang akhirnya mengetahui seluk beluk kompetisi Eredivisie Belanda karena Thom Haye dan Calvin Verdonk main reguler di sana, ada yang punya wawasan soal liga Belgia, karena ada Ragnar Oratmangoen, dan ada juga yang mengikuti dinamika kompetisi MLS (Amerika Serikat) karena Maarten Paes cukup bersinar di sana.

Tak ketinggalan, media-media di Indonesia juga tak lupa menyoroti dinamika kompetisi di liga-liga benua Asia, antara lain Malaysia, Thailand dan Jepang. Berkat keberadaan pemain Indonesia, cara pandang media dan publik sepak bola nasional, khususnya soal kompetisi di liga-liga Asia (selain Indonesia) sudah cukup banyak berubah. 

Ini terlihat, dari sudut pandang positif soal kiprah Pratama Arhan dan Asnawi Mangkualam, yang bermain reguler di Liga Thailand, seperti halnya Saddil Ramdani di Malaysia, dan Sandy Walsh, yang menunjukkan awalan positif di Yokohama Marinos (Jepang). 

Sudut pandang positif juga masih ditemui pada Jordi Amat, sekalipun sang pemain tidak bermain reguler di JDT (Malaysia) seperti halnya Rafael Struick di Brisbane Roar (Australia). Begitu juga dengan Ronaldo Kwateh, yang  dipinjamkan Muangthong United ke Mahasarakham SBT (Thailand) tapi terpaksa absen panjang, akibat mengalami cedera lutut saat latihan. 

Fenomena lain yang juga muncul adalah, mulai lunturnya sebutan “tim gurem”. Penyebabnya, ada pemain Indonesia yang bermain di tim-tim papan bawah yang terancam degradasi, misalnya Thom Haye (Almere City, Belanda) dan Jay Idzes (Venezia, Italia).

Fenomena ini semakin terlihat, dengan adanya pemain Indonesia di klub divisi dua kebawah. Contoh paling kelihatan, ada dari sorotan pada Marselino Ferdinan dan Ole Romeny (Oxford) dan Elkan Baggott (Blackpool) yang masing-masing berkiprah di Championsip Division dan League One, kompetisi kasta kedua dan ketiga di Liga Inggris. 




HALAMAN :

  1. 1
  2. 2


Mohon tunggu…

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya

Beri Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi
tanggung jawab komentator
seperti diatur dalam UU ITE


Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!



Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *